PRAKTIKUM V
Topik : Platyhelminthes
Tujuan : 1. Mengetahui ciri
morfologi dari phyllum platyhelminthes.
2.
Mengamati ciri morfologi dari Fasciola hepatica
3.
Mengamati bagian-bagian tubuh/ciri morfologi
dari Fasciola hepatica
Hari / Tanggal : Kamis / 26-03-2015
Tempat : Laboratorium Biologi PMIPA FKIP UNLAM
Banjarmasin
I.
ALAT DAN BAHAN
ALAT :
1.
Mikroskop
2.
Kaca benda
3.
Kaca penutup
4.
Kertas millimeter
BAHAN :
Preparat/ awetan Fasciola hepatica dan Hewan Planaria
II.
CARA KERJA
Cara mendapatkan Planaria : habitat
di perairan sungai, danau yang jernih, aliran air tidak terlalu deras dan
dangkal, berikan potongan daging/cacing tanah kecil pada sela-sela batu dan
tidak terbawa aliran air, tunggu beberapa saat.
A.
Planaria
1.
Mengamati
Planaria yang di letakkan pada cawan petri, yang telah di beri sedikit air
dengan menggunalan loupe, gambarlah morfologi hewan tersebut dan amati
bagaimana cara geraknya.
2.
Letakkan kertas millimeter di
bawah cawan petri, catat waktu yang diperlukan untuk bergerak atau berjalan
dalam jarak 1 cm.
B.
Fasciola hepatica
Letakkan
preparat/awetan Fasciola hepatica, amati di bawah mikroscop struktur anatomi
dari Fasciola hepatica, bagian mulut (anterior), system pencernaan, saraf,
kelenjar vitellin, organ reproduksi dan gambarkan serta beri keterangan.
III. TEORI DASAR
Platyhelminthes
berasal dari kata Yunani : platy + helmintes ; platy = pipih, helmintes =
cacing. Bila dibandingkan dengan Porifera dan Coelenterata, maka kedudukan
Phylum Platyhelminthes adalah lebih tinggi setingkat. Hal itu dapat dilhat
dengan ciri-ciri yang dimiliki, sebagai berikut : tubuh bilateral simetris
(pipih), hidup di air tawar, mulut terdapat pada bagian ventral, memiliki
bentukan seperti mata, mempunyai auricle, arah tubuh sudah jelas, yaitu
mempunyai arah anterior – posterior dan arah dorsal – ventral, bersifat
triploblastik, sebab dinding tubuhnya sudah tersusun atas tiga lapisan, yaitu
lapisan ektodermis, mesodermis, dan lapisan endodermis, sudah mempunyai sistem
syaraf yang bersistem tangga tali, yang
terdiri dari sepasang ganglia yang membesar di bagian anterior dan sepasang atau lebih syaraf yang
membentang dari arah anterior ke posterior, tubuhnya sudah dilengkapi dengan
gonad yang telah mempunyai saluran tetap dan juga alat kopulasi yang khusus.
Tetapi hewan ini masih tetap tergolong hewan tingkat rendah, mengingat tubuh
tidak mempunyai rongga tubuh yang sebenarnya (coelom), saluran pencernaan
makanan belum sempurna, bahkan ada sementara anggota yang tidak bersaluran
pencernaan, alat kelaminnya masih belum terpisah ( hermafrodit ).
Anggota dari Phylum ini yang telah dikenal meliputi 10.000 hingga 15.000
spesies. Dari sekian itu berdasarkan sifat-sifat khusus hewan dewasa, maka
Phylum Platyhelminthes dapat dibagi menjadi tiga kelas, yaitu : kelas Turbelaria,
kelas Trematoda dan kelas Cestoda.
Ø
Kelas Turbellaria (cacing pipih berambut
getar)
Permukaan tubuhnya bersilia, dan ditutupi oleh epidermis yang
bersintium, hampir semua anggota kelas ini hidupnya bebas, hanya beberapa yang
hidup secara ektokomensalis atau secara parasit, tubuhnya dibagi atas segmen-segmen. Sebagian
dari padanya dilengkapi dengan bulu-bulu getar, disamping itu juga dilengkapi
dengan sel-sel yang dilengkapi dengan zat mukosa (lendir) Riwayat hidup cacing
ini sangat sederhana. Contoh : Planaria, Bipalium.
Ø
Kelas Trematoda (cacing hisap)
Mempunyai 2 alat hisap, yaitu alat
penghisap oral dan ventral. Hampir semua Trematoda bersifat parasit terhadap
hewan vertebrata baik secara ekto maupun secara endoparasit. Tubuhnya tidak
dilengkapi oleh epidermis maupun silia (kecuali fase larvanya). Tubuh berbentuk
seperti daun, dan dilengkapi dengan alat penghisap. Bagian luar tubuh dilapisi
kutikula. Contoh : Fasciola hepatica, Schistosoma
japonicum.
Ø
Kelas Cestoda (cacing pita)
Seluruh anggota kelas ini bersifat endoparasit. Tubuh tidak
dilengkapi dengan epidermis maupun silia. Tubuh seperti pita dan pada umumnya
terbagi atas segmen-segmen. Setiap segmennya dilengkapi dengan satu perangkat
alat reproduksi yang hermafrodit. Tubuhnya
terdiri atas kepala (skolek), leher dan proglotid yang ukurannya makin
besar dan makin dewasa ke arah belakang. Makanan diperoleh dengan menyerap zat
makanan dari inangnya melalui seluruh tubuh. Contoh : Taenia solium.
V. ANALISIS DATA
1.
Planaria sp
Klasifikasi
:
Kingdom : Animalia
Pylum : Platyhelminthes
Classis : Turbellaria
Ordo : Tricladida
Family : Tricladidae
Genus : Planaria
Species : Planaria sp
(Sumber : Verma, P.S., 2002)
Planaria sp dipakai sebagai contoh yang mewakili anggota kelas Turbellaria (cacing berbulu getar) pada umumnya. Planaria biasa disebut dengan
istilah Euplanasia atau Dugesia. Planaria hidup bebas di perairan air tawar
yang jernih, lebih suka pada air yang tidak mengalir. Planaria mempunyai
kebiasaan berlindung di tempat-tempat yang teduh, misalnya di balik
batu-batuan, di bawah daun yang jatuh ke dalam air dan lain-lain.
Planaria sp memiliki ukuran tubuh yang sangat kecil. Bentuk tubuhnya adalah pipih dorsoventral, dengan bagian kepala
yang berbentuk seperti segitiga, sedangkan bagian ekornya berbentuk agak
meruncing. Panjang tubuh cacing pipih ini sekitar 5-25 mm. Bagian tubuh sebelah
dorsal warnanya lebih gelap daripada tubuh sebelah ventral. Di tengah-tengah
bagian dorsal kepalanya ditemukan sepasang bintik mata yang sensitif terhadap
rangsangan sinar. Oleh karena itu, Planaria
sp dapat membedakan gelap dan terang, namun demikian Planaria sp tidak dapat melihat.
Pada bagian pertengahan
tubuh Planaria sp bagian ventral ke
arah ekor, ditemukan lubang mulut. Sedangkan di bagian kepala yaitu di bagian
samping kanan dan kiri terdapat tonjolan yang menyerupai telinga yang biasa
disebut aurikel. Tepat di bawah bagian kepala terdapat bagian tubuh menyempit
yang menghubungkan bagian badan dan bagian kepala, disebut bagian leher. Di
sepanjang pinggiran tubuh bagian ventral ditemukan zona adesif. Zona adesif
tersebut menghasilkan lendir yang liat, yang berfungsi untuk melekatkan tubuh
cacing ini ke permukaan benda yang ditempelinya. Di permukaan ventral daripada
tubuh ditutup oleh rambut-rambut getar halus yang berfungsi dalam pergerakan.
Planaria spberkembang biak dengan cara seksual maupun aseksual. Planaria sp akan menghindarkan diri apabila
terkena sinar yang kuat. Oleh karena itu, pada siang hari cacing itu
melindungkan diri di bawah batu-batu atau daun. Biasanya cacing ini hidup
berkelompok antara 6-20 ekor. Planaria melakukan dua macam gerakan, yaitu gerak
merayap dan gerak meluncur. Planaria mempunyai arah tubuh tubuh yang jelas,
yaitu arah : anterior–posterior dan dorsal–ventral.
Sistem saluran
pencernaan makanan Planaria sp terdiri
dari : mulut, pharynx, esofagus dan usus. Mulut, terletak di bagian ventral
dari tubuh, yaitu kira-kira dekat dengan pertengahan agak ke arah ekor. Sistem
eksresi pada Planaria terdiri dari pembuluh-pembuluh yang bercabang-cabang yang
mengadakan anyam-anyaman dan sel-sel yang berbentuk seperti kantung yang
disebut sel api atau flame-cell. Flame sel atau sel api tersebut terletak
tersebar di antara sel-sel tubuh lainnya terutama di bagian mesenkim. Adapun
fungsi sel-sel api ini adalah sebagai alat ekskresi yaitu membuang zat-zat
sampah yang merupakan sisa-sisa metabolisme zat nitrogen dan juga sebagai alat
osmoregulasi dalam arti ikut membantu mengeluarkan ekses-ekses penumpukan air
dalam tubuh, sehingga nilai osmosis tubuh tetap dapat dipertahankan seperti
ukuran normal. Planaria sudah memiliki alat indera yang berupa bintik mata dan
indera aurikel, yang keduanya terletak di bagian kepala. Planaria bersifat
hermafrodit, yaitu terdapat alat kelamin jantan maupun alat kelamin betina
dalam satu individu.
Sistem eksresi pada Planaria terdiri dari
pembuluh-pembuluh yang bercabang-cabang yang mengadakan anyam-anyaman dan
sel-sel yang berbentuk seperti kantung yang disebut sel api atau flame-cell.
Flame sel atau sel api tersebut terletak tersebar di antara sel-sel tubuh
lainnya terutama di bagian mesenkim. Adapun fungsi sel-sel api ini adalah
sebagai alat ekskresi yaitu membuang zat-zat sampah yang merupakan sisa-sisa
metabolisme zat nitrogen dan juga sebagai alat osmoregulasi dalam arti ikut
membantu mengeluarkan ekses-ekses penumpukan air dalam tubuh, sehingga nilai
osmosis tubuh tetap dapat dipertahankan seperti ukuran normal.
2.
Fasciola
hepatica
Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Classis : Trematoda
Ordo : Digenea
Familia :
Digeniadae
Genus : Fasciola
Species : Fasciola hepatica
(Sumber : Verma, P.S. 2002)
Berdasarkan hasil pengamatan dalam praktikum ini, lendir
yang terdapat pada cangkang keong air tawar (Helix pomata) yang dipecahkan, kemudian diamati dengan mikroskop,
kami menemukan fase hidup dari cacing
hati (Fasciola hepatica) yang
berbentuk serkaria.
Fasciola hepatica atau cacing hati
sebagai wakil dari Class Trematoda, yang biasa hidup parasit dalam kantung
empedu pada biri-biri, sapi, babi dan lain-lainnya. Mulut terletak disebelah
anterior. Disekitar mulut terdapat alat hisap. Alat ini juga terdapat didaerah
ventral. Kedua alat itu berfungsi sebagai alat penempel pada hospes. Antara
mulut dan alat hisap ventral terdapat lubang genital sebagai jalan mengeluarkan
telur. Lubang ekskresi terletak agak dekat akhir posterior, kecuali itu
terdapat lubang lain sebagai akhir dari saluran Laurer.
Menurut literatur, cacing ini dapat menghasilkan telur sampai 500.000
butir telur. Telur yang dihasilkan keluar dar hati sapi ke usus sapi melalui
saluran empedu dan di usus akan bercampur dengan kotoran. Jika sapi
mengeluarkan kotoran, telur-telur cacing akan ikut keluar dan menetas di parit
atau di sungai. Telur yang menetas tersebut akan menjadi larva bersilia yang
disebut mirasidium. Larva tersebut
dapat berenang hingga bertemu dengan siput air. Kemudian larva tersebut
menempel pada mantel siput. Di dalam tubuh siput, mirasidium kemudian berubah
menjadi sporokista. Sporokista secara partenogenesis
(menghasilkan individu tanpa perkawinan) akan menghasilkan larva lain yang
disebut redia. Selanjutnya, redia melakukan partenogenesis menghasilkan
beberapa larva ketiga yang disebut serkaria.
Semua proses itu berlangsung di tubuh siput air. Sporokista dan redia
memperbanyak diri secara aseksual. Sporokista menghasilkan banyak redia dan
redia menghasilkan banyak serkaria. Namun, berdasarkan hasil pengamatan yang
kami lakukan, kami tidak menemukan satu pun bentuk daur hidup cacing hati (Fasciola hepatica) pada lendir yang
terdapat dalam tubuh siput air.
Sistem pencernaan sederhana, dimulai dari mulut, pharynx yang merupakan
saluran pendek, esophagus, usus yang terdiri dari dua cabang utama yang
menjulur dari anterior ke posterior sebelah-menyebelah dalam tubuh. Hewan ini
tidak memiliki system sirkulasi, maka bahan makanan diedarkan oleh pencernaan
itu sendiri. Alat hisap dilengkapi dengan otot-otot, sehingga menempel dengan
erat pada hospes. Otot ini terusun atas 3 lapisan di bawah ektoderm : (1) lapisan luar melingkar (2) lapisan tengah (3) lapisan dalam yang diagonal.
Sistem ekskresi pada Fasciola hepatica terdiri dari
pembuluh-pembuluh yang bercabang-cabang yang mengadakan anyaman-anyaman dan
sel-sel yang berbentuk seperti kantung yang disebut sel api. Pada masing-masing
tubuh terdapat beberapa pembuluh pengumpul
yang membentang longitudinal.
Tubuh Fasciola hepatica adalah triploblastik. Ektoderm tipis yang
dilapisi oleh kutikula yang berfungsi melindungi jaringan di bawahnya dari
cairan hospes. Ektoderm mengandung sisik kitin dan sel-sel tunggal
kelenjar. Endoderm melapisi saluran
pencernaan. Mesoderm merupakan jaringan yang membentuk otot, alat ekskresi, dan
saluran reproduksi. Disamping itu terdapat jaringan parenkim yang mengisi
rongga antara dinding tubuh dengan saluran pencernaan.
Alat reproduksi jantan terdiri atas : sepasang testis, dua pembuluh vas
diferensia, kantung vesiculum seminalis, saluran ejakulasi dan penis. Alat
reproduksi pada betina terdiri atas : saluran tunggal ovarium, saluran oviduct,
kelenjar pembungkus ovum, saluran vetelline, kelenjar yolk, dan uterus.
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil
pengamatan dan analisis data. Maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1.
Planaria sp (cacing pipih) termasuk dalam phylum Platyhelminthes dan kelas Turbellaria.
2. Planaria
sp memiliki bagian tubuh dorsal dan ventral.
3. Planaria sp sudah memiliki alat indera
seperti bintik mata, mulut dan aurycle. Mulut terdapat pada bagian ventral sedangkan bintik mata terdapat pada
bagian dorsal.
4. Sistem reproduksi pada Planaria sp secara seksual dan aseksual, aseksual dengan regenerasi
dan seksual dengan fertilisasi.
5. Saluran pencernaan Planaria sp terdiri dari mulut, faring, usus, dan tidak mempunyai
anus.
6. Sistem ekskresi Planaria sp adalah melalui rongga yang terdapat pada
permukaan tubuhnya.
7. Fasciola hepatica merupakan salah satu contoh anggota phylum Platyhelminthes.
8. Bagian-bagian morfologi Fasciola
hepatica terdiri dari mulut, penghisap, tuhuh, dan saluran ekskresi.
9. Bentuk dari tubuh Fasciola hepatica berbentuk seperti daun yang pada bagian
anteriornya terdapat alat penghisap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar